Selasa, 26 April 2016

TINJAUAN PUSTAKA PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2010-2014

TINJAUAN PUSTAKA PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2010-2014
Rering GS, Pratama DO, Alyanto TFD, Wattiheluw IZ, Titarsole HRF, Ohoiwirin MM

TUJUAN
Tujuan dari tinjaua pustaka ini adalah untuk mengetahui:
·         Penyakit penyebab mortalitas di dunia
·         Profil Kesehatan Indonesia dibandingkan dengan Negara ASEAN berdasarkan morbiditas dan indikator mortalitas.
·         Mortalitas, Risiko faktor metabolik dan biologik, Inaktifitas fisik,  Merokok dan obesitas penyakit kanker dan kardiovaskular di Indonesia dengan tiga negara ASEAN lainnya.
·         Mortalitas TBC dan rabies serta implikasi terhadap kebijakan pemerintah di Indonesia yang dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya

  1. DATA 10 PENYAKIT PENYEBAB MORTALITAS DI DUNIA
Sepuluh penyakit penyebab kematian diseluruh dunia yang keluarkan oleh badan kesehatan dunia pada tahun 2012 berdasarkan grup pendapatan negara yaitu untuk negara berpendapatan rendah sepuluh penyakit penyebab mortalitas terbanyak diantaranya yaitu infeksi saluran pernapasan bawah sebanyak 91 kematian per 100.000 populasi, HIV/AIDS sebanyak 65 kematian per 100.000 populasi, Diare sebanyak 53 kematian per 100.000 populasi, stroke sebanyak 52 kematian  per 100.000 populasi, penyakit jantung iskemik sebanyak 39 kematian per 100.000 populasi, malaria sebanyak 35  kematian per 100.000 populasi,  komplikasi sebeluh kelahiran sebanyak 29 kematian  per 100.000 populasi, kelahiran dan asfiksia sebanyak 29 kematian per 100.000 populasi, dan yang terakhir disebabkan oleh malnutrisi energi dan protein. Untuk grup negara berpendapatan rendah menengah yang dilaporkan pada tahun 2012, penyebab mortalitas terbanyak disebabkan oleh penyakit jantung iskemik sebanyak 95 kematian per 100.000 populasi, yang kedua disebabkan oleh stroke sebanyak 78 kematian per 100.000 populasi, infeksi saluran pernapasan bawah sebanyak 53 per kematian per 100.000 populasi, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebanyak 52 kematian per 100.000 populasi, diare sebanyak 37 kematian per 100.000, komplikasi sebelum kelahiran sebanyak 28 kematian per 100.000 populasi, HIV/AIDS sebanyak 23 kematian per 100.000 populasi, diabetes mellitus sebanyak 22 per 100.000 populasi, tuberkulosis sebanyak 21 kematian 100.000 per 100.000 populasi, dan sirosis hepar sebanyak 19 kematian per 100.000 populasi. Untuk grup negara berpendapat menengah ke atas penyebab mortalitas terbanyak yang dilaporkan pada tahun 2012 yaitu stroke sebanyak 126 kematia n per 100.000 populasi, penyakit jantung iskemik sebanyak 107 kematian per 100.000 populasi, PPOK sebanyak 50 kematian per 100.000 populasi , kanker trakea bronkus dan paru-paru sebanyak 31 kematian per 100.000 populasi, Diabetes mellitus 23 kematian per 100.000 populasi infeksi saluran pernapasan bawah sebanyak 23 kematian per 100.000 populasi, kecelakaan lalulintas sebanyak 21 kematuian per 100.000 populasi, penyakit jantung hipertensi sebanyak 20 kematian per 100.000 populasi, kanker hepar sebanyak 18 kematian per 100.000 populasi dan kanker gaster sebanyak 17 per 100.000 populasi.1
Informasi tentang keadaan penduduk penting diketahui agar pembangunan dapat diarahkan sesuai kebutuhan penduduk yang merupakan sasaran sekaligus pelaku pembangunan. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui keadaan penduduk yaitu jumlah penduduk, kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, angka beban tanggungan, dan angka kelahiran. Data kependudukan dianggap penting untuk mengetahui kebutuhan penduduk di segenap bidang termasuk kesehatan


        2. PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2010-2014.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebesar 237.641.326 jiwa, sedangkan Myanmar berada pada urutan ke 5, Laos urutan ke 8, Singapura urutan ke 9, dan Brunei urutan ke 10. Bila dilihat berdasarkan kepadatan penduduk, Singapura tercatat sebagai negara yang paling padat di kawasan ASEAN dengan kepadatan 7.526 penduduk per km2. Sementara Laos  dengan 27 penduduk per km2. Kepadatan penduduk Indonesia sebesar 124 jiwa per km2. Indonesia di kawasan ASEAN berada pada peringkat kelima terpadat. Pada tahun 2000–2010, laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% per tahun, sedikit meningkat. Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk menyebabkan jumlah penduduk yang semakin banyak di masa yang akan datang. Pada tahun 2000–2010, laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% per tahun, sedikit meningkat. Berdasarkan angka beban tanggungan (dependency ratio), semakin tinggi presentase angka beban tanggungan menunjukan semakin tingginya beban yang harus di tanggung pendudk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif (kelompok umur 0-14 tahun) dan tidak produktif lagi (65 tahun ke atas). Presentase penduduk menurut kelompok umur non produktif untuk keadaan tahun 2010, Laos merupakan negara terbesar untuk kelompok umur tersebut dibandingkan negara-negara  lain di kawasan ASEAN yaitu 43% dari total penduduk. Sebaliknya Singapura merupakan negara dengan komposisi penduduk kelompok umur non produktif terendah yaitu 27%. Sementara Indonesia memiliki angka beban tanggungan sebesar 52%. Ini berarti setiap 100 penduduk usia produktif di Indonesia menanggung 52 penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.2
Grafik 1. Jumlah Penduduk Di Negara-Negara Asean Tahun 20102




   Grafik 2. Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Di Negara-Negara Asean Tahun 20102

Grafik 3. Komposisi Penduduk Yang Produktif Dan Non Produktif Di Negara-Negara Asean Tahun 20102

Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2011 sebesar 241.182.182 jiwa. Menurut World Populations Data Sheet 2011, pada pertengahan tahun 2011, Indonesia adalah negara dengan penduduk terbanyak di antara 10 negara anggota ASEAN dengan jumlah penduduk 238,2 juta jiwa (data Estimasi Penduduk Sasaran Program Kesehatan 2011-2014 menyatakan estimasi penduduk Indonesia tahun 2011 berjumlah 241,18 juta jiwa). Dengan wilayah negara terluas, di antara negara ASEAN Indonesia selalu menempati peringkat satu negara dengan jumlah penduduk tertinggi. Kepadatan penduduk di Indonesia sebesar 125 jiwa per km2, Indonesia di kawasan ASEAN berada pada peringkat ke-5 terpadat. Bila dilihat berdasarkan kepadatan penduduk, Singapura tercatat sebagai negara yang paling padat di kawasan ASEAN dengan kepadatan 7.565 penduduk per km2. Angka tersebut jauh di atas negara anggota ASEAN lainnya. Sementara, negara dengan kepadatan penduduk terendah adalah Laos dengan 26 penduduk per km2.3
Jumlah Penduduk Di Negara Asean Tahun 20113

Grafik 5. Kepadatan Penduduk Di Negara Asean & Searo (Jiwa Per Km2) Tahun 20113
Description: Description: E:\gambar 2.jpg
Untuk laju pertumbuhan penduduk, perkiraan laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 0,8%. Di kawasan ASEAN, Singapura dan Indonesia memiliki angka yang sama dan menduduki peringkat ke-4 dan ke-5 terendah untuk perkiraan laju pertumbuhan penduduk.
Grafik 6. Perkiraan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Di Negara Asean Tahun 2010-2030

Berdasarkan Angka Beban Tanggungan Persentase penduduk menurut kelompok umur non produktif untuk keadaan tahun 2011, Laos merupakan negara yang terbesar untuk kelompok umur tersebut dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN yaitu 45% dari total penduduk. Sebaliknya Singapura merupakan negara dengan komposisi penduduk kelompok umur non produktif terendah yaitu 26%.3
Grafik 7. Komposisi Penduduk Yang Produktif Dan Non Produktif Di Negara Asean Tahun 20113

Pada tahun 2012 populasi Indonesia meningkat sebanyak 244.775.797 orang dengan Jumlah kepadatan penduduk meningkat menjadi  per km2 sebesar 128 orang dan menempatkan Indonesia pada peringkat ke-5 terpadat di kawasan ASEAN. Dengan wilayah negara terluas, di antara negara ASEAN, Indonesia selalu menempati peringkat pertama sebagai negara dengan jumlah penduduk tertinggi. Sedangkan Brunei Darussalam memiliki jumlah penduduk paling rendah di kawasan ASEAN yaitu sekitar 0,4 juta jiwa dengan kepadatan penduduk per km2 sebesar 72 orang.4
Grafik 8. Jumlah Penduduk Di Negara Asean Tahun 20124
Description: Description: E:\gambar 3.jpg
Negara yang menempati peringkat pertama di ASEAN dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Singapura, dengan angka jauh melebihi 9 negara anggota ASEAN lainnya yakni dengan kepadatan 7.751 penduduk per km2. Peringkat kedua tertinggi adalah Filipina dengan kepadatan 321 penduduk per km2. Sedangkan Laos menempati peringkat terakhir untuk kepadatan penduduk terendah di ASEAN yakni 28 penduduk per km2.
Grafik 9. Tingkat Kepadatan Penduduk Negara-Negara Asean (Jiwa Per Km2) Tahun 20124
Description: Description: E:\gambar 7.jpg
Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan ASEAN, memiliki perkiraan laju pertumbuhan penduduk 1,1 %. Indonesia menduduki peringkat ke-8 tertinggi untuk perkiraan laju pertumbuhan penduduk. Singapura, sebagai satu-satunya negara maju di kawasan ASEAN, memiliki perkiraan laju pertumbuhan penduduk per tahun di kawasan ASEAN yang tertinggi dengan perkiraan laju pertumbuhan penduduk 2,6% pada periode 2001-2011, sedangkan Myanmar merupakan negara dengan perkiraan laju pertumbuhan penduduk paling rendah yaitu 0,6%. Untuk persentase penduduk menurut kelompok umur non produktif (kelompok umur 0-14 tahun dan kelompok umur 65 tahun ke atas) pada keadaan tahun 2012, Indonesia berada pada peringkat ke 4 tertinggi di kawasan ASEAN untuk kelompok umur non produktif yaitu 33%. Laos merupakan negara yang tertinggi untuk kelompok umur tersebut dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN yaitu 42% dari total penduduk. Sebaliknya Singapura merupakan negara dengan komposisi penduduk kelompok umur non produktif terendah yaitu 26%. Di satu pihak, Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar di ASEAN dan lebih separuh penduduk yang dengan usia produktif, akan terus menikmati keuntungan demografi dan potensi perkembangan ekonomi sangat besar, tetapi di pihak lain, perkembangan ekonomi tidak dapat mengejar pertambahan jumlah penduduk, sementara jumlah penduduk yang sangat besar membawa banyak masalah sosial antara lain bahan pangan, energi, layanan kesehatan dan pendidikan. 4
Grafik 10. Komposisi Penduduk Yang Produktif Dan Non Produktif Di Negara Asean Tahun 2011
Pada tahun 2013 Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar 248.422.956 orang. Jumlah penduduk di Indonesia meningkat dengan relatif cepat. Diperlukan kebijakan untuk mengatur atau membatasi jumlah kelahiran agar kelahiran dapat dikendalikan dan kesejahteraan penduduk makin meningkat. Kepadatan rata-rata penduduk di Indonesia berdasarkan hasil estimasi sebesar 130 penduduk per km2. Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2014 meningkat sebesar 252.124.458 orang.5
Penurunan kasus kematian pada balita merupakan salah satu hal yang dianggap penting dalam tujuan pembangunan milenium. Pada kasus kematian yang tinggi biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada usia balita saat mereka rentan terhadap penyakit. Tabel berikut memperlihatkan angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup di Negara ASEAN pada Tahun 2010 hingga Tahun 2014.6 7
Tabel 1. Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup pada Tahun 2010-2014 di Negara ASEAN7
NEGARA
TAHUN
2010
2011
2012
2013
2014
Laos
76,7
74
71,3
69,1
66,7
Myanmar
57,2
55,3
53,5
51,7
50
Kamboja
39,3
35,8
32,9
30,6
28,7
Filipina
31,9
31,2
30,4
29,6
28
Indonesia
31,7
30,4
29,3
28,2
27,2
Vietnam
24,2
23,5
22,9
22,3
21,7
Thailand
14
13,5
13,1
12,6
12,3
Brunei Darussalam
9,5
9,7
9,9
10,1
10,2
Malaysia
7,9
7,7
7,5
7,2
7
Singapura
2,8
2,8
2,8
2,8
2,7

Data yang didapat dari “World Bank” diatas memperlihatkan kisaran yang mencolok pada Angka Kematian Balita di antara negara-negara anggota ASEAN Tahun 2010-2014. Angka yang tertinggi pada Tahun 2010 adalah Laos yaitu sebesar 77 kematian per 1.000 kelahiran hidup, namun angka tersebut terus turun tiap tahunnya. Secara berturut selama 4 tahun berikutnya angka kematian balita adalah 74, 71, 69 dan turun hingga 67 angka kematian pada Tahun 2014. Pada tahun 2010, di Indonesia terdapat 32 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup. Di kawasan ASEAN, Indonesia menempati peringkat ke-5 tertinggi kematian balitanya. Di Indonesia juga terdapat penurunan angka kematian balita setiap tahunnya dari 2010-2014, yakni dari 32, 30, 29, 28, dan 27 kematian balita per 1000 kelahiran pada tahun 2014. Sedangkan Negara Brunei Darussalam terdapat 9 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup. Di kawasan ASEAN, Brunei Darussalam menempati peringkat ke-8 tertinggi kematian balitanya. Namun pada negara ini angka kematian balita per 1000 kelahiran meningkat pada tahun berikutnya, yakni dari angka 9 kematian menjadi 10 kematian pada tahun 2011-2014. Myanmar tercatat 57 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup. Di kawasan ASEAN, Myanmar menempati peringkat ke-2 tertinggi kematian balitanya. Angka ini terus turun dari tahun ke tahun, scara berturut turut dari tahun 2011-2014 adalah 55, 53, 52, dan 50 kematian balita per 1000 kelahiran pada Tahun 2014. Angka Kematian Balita terendah dicapai oleh Singapura yaitu 3 kematian per 1.000 kelahiran hidup, angka ini statis dari tahun ke tahun hingga mencapai Tahun 2014. 7
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai berpengaruh terhadap angka mortalitas balita adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dan TB disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan per umur (BB/U) atau underweight, tinggi badan per umur (TB/U) atau stunting, dan berat badan per tinggi badan (BB/TB) atau wasting. Underweight mengindikasikan masalah gizi secara umum karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan; stunting merupakan masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama (kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/makan) dan mengindikasikan malnutrisi; dan wasting merupakan masalah gizi bersifat akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (wabah penyakit, kelaparan). Pada gravik berikut ini terdapat data mengenai status gizi pada negara ASEAN yang dapat menjadi tolak ukur angka kematian balita. 3 4

Grafik 11. status gizi balita di Negara ASEAN 20102

Berdasarkan data diataas dapat dilihat masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama (kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/makan) dan mengindikasikan malnutrisi (stunting) berwarna merah, angka tertinggi terdapat pada Negara Laos yakni 48%. Kamboja menduduki peringkat kedua pada angka masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama (kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/makan) dan mengindikasikan malnutrisi dengan angka 42%. Sedangkan Negara Indoneasia menduduki peringkat ketiga yakni 37%, disusul oleh Negara Myanmar dengan angka 35%cdan angka terendah pada Negara Singapura yakni 0%. Jika kita bandingkan angka kematian balita per 1000 kelahiran dengan data mengenai status gizi balita pada Negara ASEAN terdapat hubungan yang cukup signifikan, dimana 4 negara dengan angka kematian tertinggi per 1000 kelahiran tertinggi yakni Laos, Kamboja, Indonesia, dan Myanmar yang juga tercatat sebagai 4 negara dengan masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama (kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/makan) dan mengindikasikan malnutrisi (stunting). Sedangkan negara dengan angka kematian balita per 1000 kelahiran yang terendah adalah Negara Singapura, hal ini juga selaras dengan data masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama (kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/makan) dan mengindikasikan malnutrisi pada negara ini, yakni angka 0%.3 4


 









Grafik 12. status gizi balita di Negara ASEAN 20113

Pada tahun 2011 angka masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama (kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/makan) dan mengindikasikan malnutrisi (stunting) masih tetap sama, dengan 4 negara tertinggi adalah Laos, Kamboja, Indonesia dan Myanmar. Negara dengan angka terendah untuk masalah gizi masih tetap Negara Singapura. Data status gizi pada balita Tahun 2011 ini selaras dengan angka mortalitas bayi per 1000 kelahiran balita pada Tahun 2011 yakni Laos, Kamboja, Indonesia dan Myanmar, sedangkan Negara dengan angka terendah terhadap mortalitas balita per 1000 kelahiran masih tetap Negara Singapura. Dari data tersebut diharapkan bisa diambil tindakan untuk menekan angka mortalitas balita per 1000 kelahiran dengan meningkatkan kan status gizi balita.3 4
Angka Kematian Bayi diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu rendah jika AKB kurang dari 20; sedang 20-49; tinggi 50-99; dan sangat tinggi jika AKB di atas 100 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010, lima negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Vietnam termasuk negara dengan Angka Kematian Bayi rendah. Empat negara, yaitu Filipina, Indonesia, Laos dan Kamboja termasuk kelompok sedang, sementara Myanmar masuk dalam kelompok negara yang memiliki Angka Kematian Bayi tinggi. Dari 10 negara anggota ASEAN, tidak ada yang masuk dalam kelompok angka kematian bayi sangat tinggi (>100 per 1.000 kelahiran hidup).3 4
Besaran Angka Kematian Bayi di negara-negara ASEAN berkisar antara 2 dan 50. Singapura merupakan negara dengan AKB terendah, yaitu 2 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB tertinggi di Myanmar, yaitu sebesar 50 per 1.000 kelahiran hidup. Indonesia memiliki angka kematian bayi 27 per 1.000 kelahiran hidup dan berada di peringkat 10 terendah di antara 18 negara tersebut. Tahun 2012, Angka Kematian Bayi diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu rendah jika AKB kurang dari 20; sedang 20-49; tinggi 50-99; dan sangat tinggi jika AKB di atas 100 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan klasifikasi Angka Kematian Bayi, gambar 6.11 menunjukkan pada tahun 2011, Myanmar merupakan negara yang memiliki angka kematian bayi tertinggi di kawasan ASEAN dengan angka 47,9 per 1.000 kelahiran hidup. Empat negara termasuk Indonesia diantara Filipina, Laos dan Kamboja termasuk kelompok sedang. Sedangkan ke lima negara lainnya yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Vietnam termasuk negara dengan Angka Kematian Bayi rendah. Dari 10 negara anggota ASEAN, tidak ada yang masuk dalam kelompok angka kematian bayi sangat tinggi (>100 per 1.000 kelahiran hidup).3 4
Besaran Angka Kematian Bayi di negara-negara ASEAN berkisar antara 2 dan 50. Singapura merupakan negara dengan AKB terendah, yaitu 2 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB tertinggi di Myanmar, yaitu sebesar 48 per 1.000 kelahiran hidup. Indonesia memiliki Angka Kematian Bayi 37 per 1.000 kelahiran hidup dan berada di peringkat 10.
Tabel 2. Angka Kematian Bayi  pada Tahun 2010-2014 di Negara ASEAN 5 6 7
No.
Nama Negara ASEAN
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
1
Brunei
7,7
7,8
8,1
8,3
8,5
2
Singapura
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
3
Malaysia
6,8
6,7
6,6
6,4
6,2
4
Indonesia
27,4
26,3
25,3
24,4
23,6
5
Filipina
24,9
24,4
23,9
23,3
23,6
6
Thailand
12,5
12
11,6
11,2
10,9
7
Vietnam
19,8
19,3
18,8
18,3
17,8
8
Myanmar
45,8
44,5
43,2
41,9
40,7
9
Kamboja
36,7
33,6
30,7
28,3
26,3
10
Laos
59
57,1
55,4
53,7
52,3

Berdasarkan tabel diatas angka kematian bayi diklasifikasikan berdasarkan empat kelompok yaitu rendah jika AKB kurang dari 20; sedang 20-49; tinggi 50-99; dan sangat tinggi jika AKB di atas 100 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 2013 menunjukan lima negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Vietnam termasuk negara dengan Angka Kematian Bayi rendah. Tiga negara, yaitu Filipina, Indonesia, dan Kamboja termasuk kelompok sedang, sementara Laos dan Myanmar masuk dalam kelompok negara yang memiliki Angka Kematian Bayi tinggi. Besaran Angka Kematian Bayi di negara-negara ASEAN berkisar antara 2 dan 50. Singapura merupakan negara dengan AKB terendah, yaitu 2 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB tertinggi di Laos, yaitu sebesar 53 per 1.000 kelahiran hidup. Indonesia memiliki angka kematian bayi 24 per 1.000 kelahiran hidup dan berada di peringkat 10 terendah di antara 18 negara tersebut. Sedangkan pada tahun 2014 menunjukan lima negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Vietnam termasuk negara dengan Angka Kematian Bayi rendah. Tiga negara yaitu Filipina, Indonesia, dan Kamboja termasuk kelompok sedang, sementara Laos dan Myanmar masuk dalam kelompok negara yang memiliki Angka Kematian Bayi tinggi. Besaran Angka Kematian Bayi di negara-negara ASEAN berkisar antara 2 dan 50. Singapura merupakan negara dengan AKB terendah, yaitu 2 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB tertinggi di Laos, yaitu sebesar 52 per 1.000 kelahiran hidup. Indonesia memiliki angka kematian bayi 23 per 1.000 kelahiran hidup.5 67
Salah satu komponen penting dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan secara tepat dan cepat diharapkan dapat mengatasi sebagian besar masalah kesehatan masyarakat. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak.  Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Upaya kesehatan ibu dan anak diharapkan mampu menurunkan Angka Kematian. Komitmen global dalam MDGs menetapkan target terkait kematian ibu dan kematian anak yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015 dan menurunkan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015. Untuk periode 2005-2011, dari 6 anggota ASEAN (Laos, Malaysia, Singapura dan Vietnam tidak ada data), Brunei Darussalam merupakan negara dengan persentase pemeriksaan ibu hamil (K4) tertinggi yaitu sebesar 100%. Sedangkan yang terendah tercatat di Myanmar yaitu sebesar 43%. Cakupan pertolongan persalinan di negara ASEAN bervariasi dengan cakupan tertinggi di Brunei Darussalam dan Singapura masing-masing sebesar 100% dan yang terendah di Laos dengan cakupan 37%. Indonesia dengan cakupan salinakes 77% berada pada peringkat ke-6 dari 10 negara. Persentase peserta KB aktif pada wanita subur tahun 2011 di negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam dan Malaysia tidak ada data) yang tertinggi dicapai. oleh Thailand dengan cakupan sebesar 77%, dan yang terendah di Laos sebesar 29%. Indonesia dengan cakupan peserta KB aktif sebesar 57% berada pada peringkat ke-3 dari 10 negara ASEAN. Pada periode 2010-2030, perkiraan laju pertumbuhan penduduk per tahun yang tertinggi di antara negara anggota ASEAN adalah Filipina dengan perkiraan laju pertumbuhan penduduk 1,5%, sedangkan Thailand merupakan negara dengan perkiraan laju pertumbuhan penduduk paling rendah yaitu 0,3%. Perkiraan laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 0,8%. Di kawasan ASEAN, Singapura dan Indonesia memiliki angka yang sama dan menduduki peringkat ke-4 dan ke-5 terendah untuk perkiraan laju pertumbuhan penduduk. 3 4
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.2 3 4
Berdasarkan klasifikasi Angka Kematian Ibu dari WHO adalah sebagai berikut; <15 100.000="" 15-199="" 200-499="" 500-999="" dan="" hidup.="" hidup="" kelahiran="" per="" span=""> 2 3 4
Tabel 3. Angka Kematian Ibu  Tahun 2010-2014 di Negara ASEAN7
No.
Nama Negara ASEAN
2010
2011
2012
2013
2014
1
Brunei Darusalam
27
29
25
24
23
2
Singapore
11
12
12
11
10
3
Malaysia
48
47
45
43
41
4
Indonesia
165
156
148
140
133
5
Filipina
129
127
126
121
117
6
Thailand
23
22
22
21
21
7
Vietnam
58
56
56
55
54
8
Myanmar
205
201
195
189
184
9
Kamboja
202
188
178
173
167
10
Laos
294
271
250
230
213

Berdasarkan data yang diambil dari World Bank Data, menunjukan bahwa dari 5 tahun terakhir 2010-2014 Negara yang memiliki tingkat kematian ibu yang paling rendah adalah Singapura dengan rasio <15 100.000="" 10="" 15-199="" 200-499="" 7="" 9="" adalah="" brunei="" dan="" dari="" darusalam="" dengan="" diikuti="" hidup.="" hidup="" ibu="" indonesia="" ke="" kelahiran="" kematian="" kemudian="" laos="" memiliki="" menepati="" negara="" oleh="" paling="" per="" rasio="" sementara="" span="" thailand="" tinggi="" tingkat="" urutan="" yaitu="" yang=""> 7
Jumlah ini semakin lama semakin menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2010 Singapura memiliki 11 per 100.000 kelahiran hidup, yang diikuti oleh Brunei Darussalam (27), Thailand (23), Malaysia (48), Vietnam (58), Filipina (183), Indonesia (165), Kamboja (202), Myanmar (205) dan Laos (294). Pada tahun 2011 Singapura memiliki 12 per 100.000 kelahiran hidup, yang diikuti oleh Brunei Darussalam (29), Thailand (22), Malaysia (47), Vietnam (56), Filipina (127), Indonesia (156), Kamboja (188), Myanmar (201) dan Laos (271). Pada tahun 2012 Singapura memiliki 12 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei Darussalam (25), Thailand (22), Malaysia (45), Vietnam (56), Filipina (126), Indonesia (148), Kamboja (178), Myanmar (195) dan Laos (250). Tahun 2013 Singapura 11 per 100.000 kelahiran hidup diikuti oleh Brunei Darussalam (24), Thailand (21), Malaysia (43), Vietnam (55), Filipina (121), Indonesia (140), Kamboja (173), Myanmar (189) dan Laos (230). Tahun 2014, Singapura memperoleh 10 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei Darussalam (23), Thailand (21), Malaysia (41), Vietnam (54), Filipina (117), Indonesia (133), Kamboja (167), Myanmar (184) dan Laos (213).7
Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1.000 penduduk. Pada umumnya penduduk tua mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih muda. Jika tidak ada indikator kematian yang lain angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. 3 4
Di antara negara-negara anggota ASEAN pada tahun 2010 hingga 2014 Myanmar memiliki Angka Kematian Kasar tertinggi (8,366;8,313;8,275;8,253 per 1.000 penduduk). Angka Kematian Kasar tertinggi lainnya termasuk Laos (7,39;7,223;7,064;6,912;6,768 per 1.000 penduduk) dan juga Indonesia (7,178;7,168;7,162;7,16;7,161 per 1.000 penduduk). Selain itu, negara Singapura (4,4;4,5;4,5;4,6;4,7 per 1.000 penduduk) memiliki Angka Kematian Kasar terendah diikuti dengan Brunei Darussalam pada tahun 2010 hingga tahun 2014  (2,994;2,982;2,973;2,975;2,992 per 1.000 penduduk). 7
Tabel 4. Angka Kematian Kasar pada Tahun 2010-2014 di Negara ASEAN7
No.
Nama Negara ASEAN
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR)
(Per 1.000 penduduk)
2010
2011
2012
2013
2014
1.
Brunei Darusalam
2,994
2,982
2,973
2,975
2,992
2.
Singapura
4,4
4,5
4,5
4,6
4,7
3.
Malaysia
4,73
4,771
4,815
4,865
4,921
4.
Indonesia
7,178
7,168
7,162
7,16
7,161
5.
Filipina
6,402
6,506
6,6
6,678
6,735
6.
Thailand
7,405
7,522
7,647
7,774
7,901
7.
Vietnam
5,702
5,73
5,757
5,785
5,815
8.
Myanmar
8,366
8,313
8,275
8,253
8,25
9.
Laos
7,39
7,223
7,064
6,912
6,768
10.
Kamboja
6,525
6,412
6,312
6,218
6,127

Angka Harapan Hidup (AHH) waktu lahir dapat digunakan untuk menilai derajat kesehatan masyarakat. Selain itu, AHH juga menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Di Indonesia selama tahun 2006 sampai 2014 terjadi peningkatan angka harapan hidup. 3 4
Angka Harapan Hidup merupakan indikator untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Selain itu, AHH juga menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). AHH yaitu ratarata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang sejak orang tersebut lahir. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara merupakan efek keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi dinegara tersebut. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tingkat pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan demikian, tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.3 4
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas (kematian) menurut umur. Angka ini adalah angka pendekatan yang menunjukkan kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama. AHH merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Indikator terkait bidang kesehatan yang mempengaruhi nilai IPM, yaitu Angka Harapan Hidup (AHH). AHH adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas (kematian) menurut umur. AHH merupakan angka pendekatan yang menunjukkan kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama. Selain itu, AHH merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. 3 4
Tabel 5. Angka Harapan Hidup pada Tahun 2010-2014 di Negara ASEAN7
Nama Negara ASEAN
2010
2011
2012
2013
2014
World
70,49
70,76
71,00
71,24
71,45
Brunei Darussalam
77,60
77,93
78,25
78,55
78,81
Cambodia
66,39
66,87
67,33
67,77
68,21
Indonesia
68,15
68,33
68,52
68,70
68,89
Malaysia
74,16
74,29
74,42
74,57
74,72
Myanmar
64,92
65,18
65,43
65,65
65,86
Philippines
67,78
67,89
68,01
68,13
68,27
Vietnam
74,99
75,16
75,32
75,48
75,63
Thailand
73,69
73,89
74,07
74,25
74,42
Singapore
81,54
81,74
82,00
82,25
82,65
Lao PDR
64,33
64,80
65,25
65,69
66,12

Berdasarkan data yang diambil dari World Bank Data, Pada tahun 2011 indonesia memiliki angka harapan hidup dengan nilai 68,33 tahun dengan yang paling tinggi AHH pada negara singapura yaitu 81,74 tahun dikuti oleh negara brunei Darusalam 77,93 tahun, dan yang paling rendah yaitu pada negara myanmar yaitu 65,18 tahun diikuti oleh laos 64,80 tahun. 7
Pada tahun 2012 indonesia angka harapan hidup dengan nilai 68,33 tahun dengan yang paling tinggi AHH pada negara singapura yaitu 82,00 tahun dikuti oleh negara brunei Darusalam 78,25 tahun, dan yang paling rendah yaitu pada negara myanmar yaitu 65,43 tahun diikuti oleh laos 65,25 tahun. Pada tahun 2013 indonesia angka harapan hidup dengan nilai 68,70 tahun dengan yang paling tinggi AHH pada negara singapura yaitu 82,25 tahun dikuti oleh negara brunei Darusalam 78,55 tahun, dan yang paling rendah yaitu pada negara myanmar yaitu 65,65 tahun diikuti oleh laos 65,29 tahun. Pada tahun 2014 indonesia angka harapan hidup dengan nilai 68,89 tahun dengan yang paling tinggi AHH pada negara singapura yaitu 82,65 tahun dikuti oleh negara brunei Darusalam 78,81 tahun, dan yang paling rendah yaitu pada negara myanmar yaitu 65,86 tahun diikuti oleh laos 66,12 tahun. 7
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh PTM. Penyakit Tidak Menular juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.8
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular  diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dengan jumlah total pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030. 8
Secara global, regional dan nasional perkiraan pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin jelas. Diperkirakan jumlah kesakitan akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan penyakit menular akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan penyakit paru obstruktif kronik, serta penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2030. Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun 2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup. 8
Di Indonesia sendiri pada tahun 2014 total kematian akibat penyakit tidak menular sekitar 71% dari 1.551.000 kasus kematian. Penyakit tidak menular akibat kardiovaskular sekitar 37% dari total kematian, kematian ibu dan anak sekitar 22% dari total kematian, kanker sekitar 13% dari total kematian, diabetes 6% dari total kematian dan penyakit respiratorius yang kronis sekitar 5% dari total kematian.9
Di Malaysia, data pada tahun 2014 total kematian akibat penyakit tidak menular sekitar 73% dari 146.000 kasus kematian. Penyakit kardiovaskular 36% dari total kematian, kematian ibu dan anak sekitar 16% dari total kematian, kanker sekitar 15% dari total kematian, penyakit tidak menular lainnya sekitar 12% dari total kematian, dan penyakit respiratorius yang kronis sekitar 7% dari total kematian. Di Laos data pada tahun 2014 total kematian akibat penyakit tidak menular sekitar 48% dari 46.000 kasus kematian. Penyakit tidak menular akibat kardiovaskular 22% dari total kematian, kematian ibu dan anak sekitar 43% dari total kematian, kanker sekitar 11% dari total kematian, penyakit tidak menular lainnya sekitar 8% dari total kematian, kecelakaan sekitar 9% dari total kematian, dan penyakit respiratorius kronis sekitar 5% dari total kematian. Di Thailand data pada tahun 2014 total kematian akibat penyakit tidak menular sekitar 79% dari 509.000 kasus kematian. Kardiovaskular 29% dari total kematian, kematian ibu dan anak sekitar 18% dari total kematian, kanker sekitar 17% dari total kematian, kecelakaan sekitar 11% dari total kematian, dan penyakit respiratorius yang kronis sekitar 9% dari total kematian. Di Philippina data pada tahun 2014 total kematian akibat penyakit tidak menular sekitar 67% dari 571.000 kasus kematian. Kardiovaskular 33% dari total kematian, kematian ibu dan anak sekitar 25% dari total kematian, penyakit tidak menular lainnya sekitar 14% dari total kematian, kanker sekitar 10% dari total kematian, kecelakaan sekitar 8% dari total kematian, dan penyakit respiratorius yang kronis sekitar 5% dari total kematian. Di Kamboja data pada tahun 2014 total kematian akibat penyakit tidak menular sekitar 58% dari 441.000 kasus kematian. Kardiovaskular 25% dari total kematian, kematian ibu dan anak sekitar 30% dari total kematian, penyakit tidak menular lainnya sekitar 11% dari total kematian, kanker sekitar 11% dari total kematian, kecelakaan sekitar 11% dari total kematian, dan penyakit respiratorius yang kronis sekitar 9% dari total kematian. Untuk penyakit tidak menular angka kematian paling tinggi di ASEAN adalah di negara Indonesia, Malaysia dan Thailand yaitu sekitar > 70% kasus dari total kematian pada tahun 2014. Angka kematian pada penyakit tidak menular paling banyak yaitu akibat penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit kematian ibu dan anak.9 10
Penyakit menular secara khusus merupakan masalah kesehatan utama negara berkembang atau negara miskin. Penyakit menular dapat dikelompokan menjadi penyakit menular yang terabaikan (neglected)/PMN, dan penyakit menular yang tidak terabaikan (non-neglected)/NN. Penentuan PMNN berdasarkan adannya komitmen atau prioritas pengendalian nasional dan global. Dari 8 PMNN yang menjadi komitmen dunia terutama di Indonesia, satu penyebabnya adalah parasit (Malaria), 3 bakteri (Tuberkulosis, pneumonia dan diare), dan 4 virus (Dengue, HIV-AIDS, influenza, pneumonia, diare dan hepatitis virus). 9 10
Penyakit menular merupakan indikator kemajuan atau status suatu Negara. Penyakit menular dapat dikelompokan berdasarkan pejamu (host) utamanya yaitu penyakit menular hanya pada manusia, dan dapat juga pada manusia dan binatang atau dikenal sebagai zoonosis. Penyakit menular dapat juga dikelompokan berdasarkan cara penularannya yaitu menular langsung dan melalui perantara yaitu sebagian besar termasuk zoonosis. Berdasarkan ketersedian vaksin untuk pencegahan penyakit, penyakit menular dapat dikelompokan menjadi penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dan penyakit menular yang tidak dapat dicegah dengan imunisasi. Selain itu penyakit menular juga dapat dikelompokan berdasarkan waktu munculnnya, yaitu penyakit menular lama/sudah ada (existing) sejak lama dan penyakit menular lama yang muncul atau meningkat kembali (re-emerging) atau penyakit menular baru (emerging). Dalam dua dasawarsa terakhir dikenal penyakit menular yang terabaikan (neglegted)/PMN dan penyakit menular yang tidak terabaikan (non-neglegted)/NN. 9 10
Untuk itu kami akan membahas tuberculosis paru (TBC) dan salah satu penyakit golongan zoonosis yang signifikan terkait kematian hewan maupun manusia pada sebagian besar negara di dunia adalah Rabies..

1.      PENYAKIT TIDAK MENULAR
Berdasarkan penjelasan sebelumnya penyakit menular memiliki angka kematian yang masih cukup tinggi di negara negara ASEAN. Penyakit tidak menular paling banyak yaitu pada penyakit kardiovaskular, dan kanker. Rencana strategis penyakit tidak menular dibangun untuk kesehatan masyarakat. Elemen-elemen untuk implementasi digambarkan seperti di bawah ini: 9 10
·         Komprehensif  dari kedua kebijakan dan tindakan pada penyakit tidak menular dan faktor risikonya.
·         Fokus pada hasil yaitu memastikan investasi yang optimal dari sumber daya dengan keuntungan kesehatan terbesar melalui pemantauan hasil kesehatan
·         Kolaborasi Multisektoral yaitu konsultasi melibatkan semua sektor masyarakat untuk memastikan menggambarkan kekuatan orang-orang dari berbagai sektor dengan pengetahuan dan keterampilan yang berbeda.
·         Intervensi Multidisiplin yaitu degan  konsisten dengan prinsip-prinsip promosi kesehatan dan pedoman pengobatan standar untuk manajemen klinis secara optimal.
·         Akses Universal yaitu untuk mencapai kesetaraan dalam perawatan penyakit tidak menular di semua tingkatan terlepas dari etnis, warna kulit atau kepercayaan
·         Inovatif yaitu dengan menghubungkan promosi kesehatan dan pencegahan dan kontrol penyakit tidak menular.
·         Yahweh yaitu dengan pendekatan berdasarkan kepercayaan dalam perawatan penyakit tidak menular.
Indikator yang berperan dalam prevalensi penyakit tidak menular seperti kanker dan kardiovaskular yaitu sebagai berikut: 9 10
1)      Merokok
Proporsi perokok secara keseluruhan adalah 36,6% di antaranya 42,7% dilaporkan merokok setiap hari. Proporsi perokok laki-laki dalam kelompok usia 25-34 tahun signifikan lebih banyak.
2)      Nutrisi
Sekitar 39,8% anak-anak yang kurang dari 6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kurangnya konsumsi buah dan sayuran banyak pada orang yang mendertia penyakit tidak menular tersebut. Menurut data hanya sekitar 1,2% laki-laki mengkonsumsi sayur dan buah dan 0,6% perempuan yang mengkonsumsi buah dan sayur minimal 5 jenis per harinya
3)      Alkohol
Sekitar 45% dari populasi antara usia 15-64 yang mengkonsumsi alkohol dan 23,8% telah mengkonsumsi alkohol dalam 1 tahun terakhir. Proporsi yang lebih tinggi pada laki-laki yaitu sekitar 79,5% dibandingkan perempuan hanya sekitar 58,6%.
4)      Aktivitas fisik
Sekitar 41% dari orang dewasa dengan penyakit tidak menular tidak melakukan aktifitas seperti bekerja, sekitar 14,8% tidak melakuakn aktifitas saat bepergian dan 76,1% tidak melakukan aktifitas pada waktu luang.
·         Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular (CVD) adalah penyebab nomor satu kematian global di mana sekitar 80% dari kematian ini terjadi di negara berpenghasilan rendah sampai menengah. Antara tahun 1990 dan 2020, penyakit jantung koroner diantisipasi karena dapat meningkat hingga 120% pada perempuan dan 137% pada laki-laki di negara berkembang. 9 10
Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara berkembang yang mencakup Kepulauan Pasifik dilaporkan adanya penurunan penyakit menular dan kenaikan dalam prevalensi penyakit tidak menular seperti CVD. Hal ini dapat dikaitkan dengan perubahan ekonomi dan sosial yang cepat pada masyarakat tradisional yang telah mengalami urbanisasi dan modernisasi sehingga terjadi peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskular. Standar hidup yang meningkat telah mengakibatkan peningkatan konsumsi lemak yang tinggi dan peningkatan penggunaan konsumsi rokok dan alkohol. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan gaya hidup sehat dan kebiasaan perilaku yang sulit dirubah meningkatkan angka kejadian penyakit kardiovaskular. 9 10
·         Kanker
Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC), diketahui bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia. Gambar 1 menunjukkan bahwa kanker payudara, kanker prostat, dan kanker paru merupakan jenis kanker dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol dengan umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, 30,7%, dan 23,1%. Sementara itu, kanker paru dan kanker payudara merupakan penyebab kematian (setelah dikontrol dengan umur) tertinggi akibat kanker. Dilihat pada Gambar 2 di bawah ini, maka dapat diketahui bahwa kanker paru ditemukan pada penduduk laki-laki, yaitu sebesar 34,2%, sedangkan kematian akibat kanker paru pada penduduk laki-laki sebesar 30,0%.11
Pada penduduk perempuan, kanker payudara masih menempati urutan pertama kasus baru dan kematian akibat kanker, yaitu sebesar 43,3% dan 12,9%. Strategi intervensi untuk penyakit tidak menular pada kanker: 11
·         Lingkungan dengan meningkatkan screning untuk kanker dan manajement terapinya
·         Perubahan Gaya hidup pada populasi yang screning yang memiliki faktor resiko kanker.
·         Secara klinik degan meningkatkan management cancer pada pusat kesehatan.
·         Advokasi degan meningkatkan pengetahuan tentang kanker
·         Survelance monitoring dan evaluasi yaitu dengan meningkatkan survelance nasiponal penyakit tidak menular dengan data survey kanker
Sementara di negara-negara maju sebagian besar kematian terjadi di usia dari 60 dan 70 tahun ke atas, sekitar 55% dari kematian akibat penyakit jantung koroner yang terjadi pada kelompok usia 40-59 tahun. Di Indonesia sendiri angka kejadian penyakit tidak menular kardiovaskular sekitar 37% dan kanker sekitar 13% dengan faktor resiko merokok sekitar 35% total dari keseluruhan populasi indonesia merokok, alkohol sekitar 0,6% total dari keseluruhan populasi indonesia, hipertensi sekitar 27,8% total dari keseluruhan populasi indonesia, dan obesitas 4,8% total dari keseluruhan populasi indonesia. Di Thailand angka kejadian penyakit tidak menular kardiovaskuler sekitar 29% dan kanker 17% total dari keseluruhan populasi indonesia dengan faktor resiko merokok sekitar 24% total dari keseluruhan populasi indonesia merokok, alkohol sekitar 7,1% total dari keseluruhan populasi indonesia, hipertensi sekitar 22,3% total dari keseluruhan populasi indonesia, dan obesitas 8,8% total dari keseluruhan populasi indonesia. Di Myanmar angka kejadian penyakit tidak menular kardiovaskuler sekitar 25% dan kanker 11% total dari keseluruhan populasi indonesia dengan faktor resiko merokok sekitar 22% total dari keseluruhan populasi indonesia merokok, alkohol sekitar 0,7% total dari keseluruhan populasi indonesia, hipertensi sekitar 28,3% total dari keseluruhan populasi indonesia, dan obesitas 4,0% total dari keseluruhan populasi indonesia. Di Myanmar masih dalam pembagunan untuk sistem mekanisme institutenya  hanya baru didirikan medical officer of health. Kendala yang ditemukan di negara myanar berupa dana yang terbatas dan perubahan kebijakan yang sering terjadi. Di kamboja angka kejadian penyakit tidak menular kardiovaskuler sekitar 24% dan kanker 13% total dari keseluruhan populasi indonesia dengan faktor resiko merokok sekitar 32% total dari keseluruhan populasi indonesia merokok, alkohol sekitar 5,5% total dari keseluruhan populasi indonesia, hipertensi sekitar 17,0% total dari keseluruhan populasi indonesia, dan obesitas 2,1% total dari keseluruhan populasi indonesia. Di Laos PDR angka kejadian penyakit tidak menular kardiovaskuler sekitar 22% dan kanker 11% total dari keseluruhan populasi indonesia dengan faktor resiko merokok sekitar 26% total dari keseluruhan populasi indonesia merokok, alkohol sekitar 7,3 total dari keseluruhan populasi indonesia, hipertensi sekitar 22,2% total dari keseluruhan populasi indonesia, dan obesitas 2,6% total dari keseluruhan populasi indonesia. Di Malaysia angka kejadian penyakit tidak menular kardiovaskuler sekitar 36% dan kanker 15% total dari keseluruhan populasi indonesia dengan faktor resiko merokok sekitar 23% total dari keseluruhan populasi indonesia merokok, alkohol sekitar 1,3% total dari keseluruhan populasi indonesia, hipertensi sekitar 24,2% total dari keseluruhan populasi indonesia, dan obesitas 14,0% total dari keseluruhan populasi indonesia. Mekanisme kerja di Malaysia melibatkan institut berupa Public heath institute, divisi nutrisi, sekolah kesehatan, food heatlh divisi, universitas, Health promotion Board, National Cancer sociaty, diabestes society dan lain-lain. Tidak ada kendala yang ditemukan pada kebijakan di malaysia. Di Philipines angka kejadian penyakit tidak menular kardiovaskuler sekitar 33% dan kanker 10% total dari keseluruhan populasi indonesia dengan faktor resiko merokok sekitar 27% total dari keseluruhan populasi indonesia merokok, alkohol sekitar 5,4% total dari keseluruhan populasi indonesia, hipertensi sekitar 22,6% total dari keseluruhan populasi indonesia, dan obesitas 6,3% total dari keseluruhan populasi indonesia. 9 10
Strategi intervensi yang dapat dilakuan yaitu: 9 10
·         Lingkungan yaitu Meningkatkan pengaturan PHC untuk skrining kardiovaskular dan manajemen
·         Perubahan gaya hidup yaitu pada proporsi penduduk yang di screning per tahun untuk penderita penyakit kardiovaskular
·         Klinis dengan Meningkatkan manajemen kardiovaskular di semua tingkat pelayanan kesehatan
·         advokasi dengan Meningkatkan pendidikan publik tentang kardiovaskular
·         Surveilans evaluasi dan monitoring dengan meningkatkan surveilans penyakit kardiovaskular

2.      PENYAKIT MENULAR
Tuberkulosis (TB) juga menjadi salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya dinilai pada komitmen global Millenium Development Goals. MDGs menetapkan TB sebagai bagian dari tujuan di bidang kesehatan yang terdiri dari: 3
  1. Menurunkan insidens TB Paru pada tahun 2015;
  2. Menurunkan prevalensi TB Paru dan angka kematian akibat TB Paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 dibandingkan tahun 1990;
  3. Sedikitnya 70% kasus TB Paru BTA+ terdeteksi dan diobati melalui program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB-Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama untuk suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi & menyembuhkan pasien TB. Strategi ini terdiri dari 5 komponen, yaitu:3
·           Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.
·           Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dng penemuan secara pasif.
·           Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal & dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut meng awasi pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya & diharapkan sembuh pada akhir masa pengobatannya.
·            Pencatatan dan pelaporan dengan baik & benar sebagai bagian dari sistem surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
·           Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis & jangka waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
  1. Sedikitnya 85% tercapai Succes Rate (SR). Upaya pengobatan kasus TB dilakukan dengan menerapkan strategi DOTS, yaitu strategi penatalaksanaan TB yang menekankan pentingnya pengawasan terhadap pasien TB untuk memastikan pasien menyelesaikan pengobatan sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi ini direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB, karena menghasilkan angka kesembuhan yang tinggi yaitu mencapai 85%.
Upaya Pemerintah dalam menanggulangi TB Paru setiap tahunnya semakin menunjukkan kemajuan. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya jumlah penderita yang ditemukan dan disembuhkan setiap tahun memperlihatkan persentase TB Paru BTA+ terhadap suspek TB Paru selama tahun 2005-2012. Selama delapan tahun terakhir persentase TB Paru BTA+ terhadap suspek TB Paru tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu 13% dan terendah terjadi pada tahun 2011 dan tahun 2012 sebesar 10%. Persentase BTA positif terhadap suspek yang diperiksa dahaknya menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Angka proporsi pasien baru TB paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa ini sekitar 5-15%. Angka ini bila terlalu kecil (<5 antara="" disebabkan="" kemungkinan="" lain="" span="" style="color: black;"> karena penjaringan suspek terlalu longgar, banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan antara lain karena penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).
3
Berdasarkan data Global Tuberculosis Controle WHO Tahun 2014, insidensi penyakit Tuberkulosis yang paling tinggi ada di Negara Myanmar dengan total 373 per 100.000 penduduk kemudian diikuti dengan Negara Indonesia sebesar 183 per 100.000, untuk Thailand memiliki 119 per 100.000 penduduk.12
Case Detection Rate atau angka penemuan kasus TB Paru BTA+ merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan upaya pendeteksian kasus. Indikator ini menggambarkan proporsi antara penemuan TB Paru BTA+ terhadap jumlah perkiraan kasus TB Paru. Indikator lain yang digunakan dalam upaya pengendalian TB adalah Success Rate atau angka keberhasilan pengobatan. CDR menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2012, yaitu dari 21% menjadi 82,38%. Angka ini telah melampaui target Renstra Kemenkes tahun 2012 sebesar 80%. Indikator angka keberhasilan (SR) juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari 87% pada tahun 2001 menjadi 90,2% pada tahun 2012. Angka keberhasilan pengobatan (SR) ini juga telah memenuhi target keberhasilan pengobatan yang distandarkan oleh WHO yaitu minimal 85%. Keberhasilan pengobatan TB paru ditentukan oleh kepatuhan dan keteraturan dalam berobat, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pada gambar di atas nampak bahwa Provinsi Banten memiliki capaian tertinggi sebesar 98,3% diikuti oleh Gorontalo sebesar 96,6%, dan Sulawesi Utara sebesar 95,4%. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah adalah Papua Barat sebesar 43,7% diikuti oleh Papua sebesar 76% dan Kepulauan Riau sebesar 77,8%.3 4
Untuk pengendalian dan penanggulangan TB, kami berpendapat sudah cukup baik, sehingga pemerintah perlu lebih menguatkan program yang sudah ada seperti DOTS yaitu meningkatkan kualitas para kader dengan pelatihan agar program ini dapat lebih efektif lagi dan juga menggalakan promkes untuk dapat mengendalikan penyakit ini lebih baik lagi.
Di negara Indonesia rabies masih cukup tinggi, sekitar 24 Provinsi dari 34 Provinsi masih endemis rabies. Kegiatan di Indonesia yang sekarang dilakukan untuk pencegahan rabies adalah berupa vaksinasi, respon cepat dan observasi hewan yang dicurigai mengidap rabies (rabiessusceptible), IEC (informasi, pendidikan dan kampanye komunikasi), pengawasan, selektif, manajemen populasi anjing, pembangunan untuk kontrol rabies, manajemen kasus gigitan yang terintegrasi, dan profilaksis pasca paparan pada manusia. Dengan tujuan Eliminasi Rabies pada tahun 2020 yang telah ditetapkan oleh ASEAN dan OIE.13
Menghadapi masalah mengenai Rabies maka salah satu kebijakan Pemerintah terhadap peningkatan akses obat telah ditetapkan antara lain dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Kebijakan Obat Nasional (KONAS) dan dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, dinyatakan bahwa sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil tersebut pada tahun 2014 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mendapatkan gambaran ketersediaan obat dan vaksin di Indonesia dilakukan pemantauan ketersediaan obat dan vaksin. Obat yang dipantau ketersediaannya merupakan obat indikator yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan program kesehatan. Jumlah item obat yang dipantau adalah 144 item obat dan vaksin yang terdiri dari 135 item obat untuk pelayanan kesehatan dasar dan 9 jenis vaksin untuk imunisasi dasar. Indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tahun 2012 memiliki target sebesar 90%, dari data dan perhitungan yang dilakukan oleh Ditjen Binfar dan Alkes didapatkan persentase ketersediaan rata-rata nasional pada tahun 2012 sebesar 92,85%. Dengan demikian apabila dibandingkan dengan target Tahun 2012 sebesar 90%, maka capaian kinerja indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tersebut adalah sebesar 103,17%. Data yang dilaporkan adalah data per tanggal 30 November tahun 2012. Terdapat sebanyak 26 Provinsi yang melaporkan data, sedangkan 7 provinsi tidak melaporkan datanya. 13
Kendala-kendala dalam program pencegahan rabies berupa: Anggaran yang terbatas untuk kegiatan pengendalian rabies, sumber daya manusia terbatas baik dari segi kualitas dan kuantitas, kesulitan dalam pengawasan dan pengendalian hewan dan komando dari pemerintah pusat ke daerah tidak terlaksana dengan optimal.
Dibandingan di Negara lain seperti Brunei darussalam tidak terdapat kasus rabies, karena negara ini mencegah penyakit impor (penyakit yang berasal dari negara lain). Brunei Darussalam tidak lagi dilakukan program pengendalian rabies, hanya melakukan pembatasan penularan penyakit dari luar negeri. Singapura merupakan negara yang dinyatakan bebas rabies sejak tahun 1950. Pemerintah Singapura dengan cepat mengambil tindakan merancang Undang-Undang untuk eliminasi rabies dengan cepat, yaitu dengan tindakan karantina terhadap anjing rabies serta pemberian vaksinasi masal terhadap seluruh anjing.  Pada negara Malaysia tidak terdapat kasus rabies hingga saat ini, karena pada negara tersebut sudah dilakukan program kontrol rabies, berupa lisensi terhadap anjing yang merupakan reservoir utama terhadap rabies, hal ini dilakukan tahunan. Lain halnya dengan negara Kamboja, rabies masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena pengendalian pencegahan rabies yang tidak merata hingga daerah pedesaan, namun hanya pada daerah Ibu kota yang mendapatkan profilaksis rabies. Sedangkan pada Negara Laos pemerintah negaranya menganggap rabies termasuk dalam prioritas program strategi nasional untuk pengendalian penyakit zoonosis, pengendalian ini dilakaukan dengan pemberian vaksinasi, namun cakupan vaksinasi di Laos masih rendah dan belum ada pengawasan aktif terhadap rabies. Meningkatnya angka kejadian rabies di Laos karena terdapat kendala berupa pengelolaan program yang belum jelas, masih kurangnya sumber daya, keterbatasan pengawasan terhadap rabies ditambah dengan keterbatasan dukungan keuangan untuk vaksinasi dan penelitian terhadap rabies, serta kurangnya akses untuk konfirmasi laboratorium. Angka kejadian rabies di Myanmar masih cukup tinggi dan masih membentuk strategi pengendalian rabies,  belum adanya kesadaran masyarakat terhadap dampak dari penyakit rabies itu sendiri, serta keterbatasan sumber daya dan dana. Negara filiphina memiliki kontrol rabies dan memiliki kendala berupa keterbatasan dana dalam pencegahan, kurangnya dukungan dan komitmen dari pemerintah, masih tingginya jumlah reservoir, yakni anjing dan kucing yang masih berkeliaran dijalanan, serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pencegahan dan kontrol rabies. Pada negara Thailand pemerintah segera mengembangkan strategi pengendalian rabies nasional berdasarkan kriteria WHO, namun masih ada kendala dalam program ini, yaitu terbatasnya vaksinasi hanya mencakup 80% karena kurangnya partisipasi dari pemerintah daerah. Negara Vietnam merupakan negara dengan endemis rabies sampai tahun 2011 pemerintah Vietnam segera melakukan program kontrol dan eleminasi rabies untuk periode 2011-2015, hingga saat ini langkah-langkah pengendalian masih dilakukan.3 4
Berdasarkan data yang didapatkan dari WHO, tampak dengan jelas bahwa masing masing dari negara di Asean memiliki angka kejadian rabies yang berbeda. Sesungguhnya untuk mencapai target eliminasi rabies masih memiliki banyak kendala. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan dari masing-masing negara, tersedianya anggaran dalam pelaksanaan program pengendalian rabies, tersedianya sumber daya yang memadai baik dari segi kualitas dan kuantitas, keseriusan pemerintah pusat hingga daerah dalam melaksanakan upaya pengendalian tersebut baik dari reservoirnya seperti menekan populasi hewan penular rabies maupun vaksinasi hewan-hewan tersebut untuk mencegah penularan lebih lanjut. Kemudian kita juga dapat mengadopsi program pemerintah Singapura dengan merancang Undang-Undang untuk eliminasi rabies dengan cepat, yaitu dengan tindakan karantina terhadap anjing rabies serta pemberian vaksinasi masal terhadap seluruh anjing. 3 4


KESIMPULAN
Berdasarkan data kependudukan sejak tahun 2010-2014 jumlah penduduk Indonesia cenderung meningkat dengan jumlah kependudukan terbanyak dalam wilayah ASEAN.  Angka kematian balita per 1000 kelahiran berbanding lurus dengan status gizi balita, kemudian angka kematian bayi dari tahun 2010 hingga 2013 menunjukan Myanmar menepati urutan tertinggi namun pada tahun 2014 dan 2015 digantikan dengan Laos, sedangkan Indonesia termaksut dalam kelompok sedang, yang mempengaruhi dari hal ini adalah nutrisi dan tingkat pertumbuhan penduduk. Untuk angka kematian ibu dari tahun 2010-2015 jumlah ini semakin lama semakin menurun setiap tahunnya. Untuk angka kematian kasar (CDR) tertinggi pada tahun 2010-2014 ditepati oleh Myanmar dan yang terandah adalah Brunei Darusalam. Angka harapan hidup (AHH) ditentukan dari efek keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan social ekonomi di Negara tersebut. AHH yang tertinggi dari tahun 2010-2014 pada Negara singapura dan yang paling rendah pada Myanmar.
Hal ini dapat dihubungkan dengan angka kejadian penyakit di suatu Negara, contohnya pada penyakit tidak menular yaitu di Indonesia sendiri cukup tinggi dengan angka kejadian kardiovaskular 37 % dan kanker 13 % dan untuk penyakit menular contohnnya seperti TBC di Negara ASEAN yang paling tinggi pada Negara Myanmar dan Negara Indonesia yang berkaitan dengan indicator diatas. Sama halnya dengan penyakit rabies yang paling tinggi berada pada Negara Myanmar.




DAFTAR PUSTAKA

1.    WHO. The top ten causes of death. 2014.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 BaktiHusada: Jakarta; 2010.
3.             Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Bakti Husada: Jakarta; 2011.
4.             Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Bakti Husada: Jakarta; 2012.
5.             Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Bakti Husada: Jakarta; 2013.
6.             Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Bakti Husada: Jakarta; 2014.
7.             World Bank. Health Data Indicators. data.worldbank.org. 2010-2016.
8.     Kementerian Kesehatan RI. Buletin jendela data dan informasi kesehatan penyakit tidak menular. Bakti Husada: Jakarta; 2012.
9.             World Health Organization. Noncomunicable disease country profiles 2014.
10.         Ministry of Health. Non-Communicable diaseases prevention and control national strategic plan 2010-2014.
11.         Kementerian RI. Pusat Data dan Informasi situasi penyakit kanker. 2015.
12.       World Health Organization. Global tuberculosis report. 2014.
13.     Infodatin. Situasi dan analisis rabies. 2014. Pusat data dan informasi Kementerian kesehatan RI: Jakarta Selatan